Pahlawan
tak Dikenal
Sepuluh
tahun yang lalu dia terbaring
Tetapi bukan tidur, sayang
Sebuah lubang peluru bundar di dadanya
Senyum bekunya mau berkata, kita sedang perang
Dia tidak ingat bilamana dia datang
Kedua lengannya memeluk senapang
Dia tidak tahu untuk siapa dia datang
Kemudian dia terbaring, tapi bukan tidur sayang
wajah
sunyi setengah tengadah
Menangkap sepi padang senja
Dunia tambah beku di tengah derap dan suara merdu
Dia masih sangat muda
Hari
itu 10 November, hujan pun mulai turun
Orang-orang ingin kembali memandangnya
Sambil merangkai karangan bunga
Tapi yang nampak, wajah-wajahnya sendiri yang tak dikenalnya
Sepuluh
tahun yang lalu dia terbaring
Tetapi bukan tidur, sayang
Sebuah peluru bundar di dadanya
Senyum bekunya mau berkata : aku sangat muda
Setelah membaca puisi tersebut
tidak terasa air mata pun jatuh membayangkan situasi pada saat itu, begitu
terharu dan bangga. Pernah tidak kita berpikir dalam benak kita tentang nasib
para pejuang kita sekarang. Melihat sekarang kita hanya bisa menikmati hasil
dari perjuangan mereka. Dahulu mereka berjuang dengan titik darah penghabisan
melawan penjajah demi anak cucu bangsa. Kita hanya mengingatnya ketika 17
agustus saja. Ketika lagu Indonesia Raya di kumandangkan di gedung DPR, apa
pemerintah lupa akan perjuangan mereka. Kini mereka yang menghancurkan bangsa.
Pemerintah seakan-akan lupa akan nasib para veteran yang masih hidup hingga
sekarang. Tidak ada perhatian pemerintah, penghargaan dari pemerintah membuat
mereka tidak bisa menikmati masa senjanya.
Kehidupan para veteran Indonesia
sungguh sangat miris, betapa tidak mereka tidak mendapat jaminan hidup dari
pemerintah. Banyak para veteran Indonesia yang menjadi tukang kebun, tukang sol
sepatu, bahkan ada yang menjadi pemungut sampah. Seperti Suopranoto laki-laki
yang berusia 80 tahun dan Opa Jack
Kandow pejuang kemardekaan yang berusia 78 tahun asal Rotahan Minahasa, pada
perang kemardekaan sebagai pembawa surat rahasia untuk menyampaikan strategi
perang Jepang Belanda. Di kehidupanya yang sekarang beliau menjadi tukang kayu
pembuat meja dan kursi. Sungguh sangat menyedihkan mendengar hal itu, mereka
yang seharusnya menikmati masa senjanya kini harus bekerja keras menghidupi
keluarganya. Bukankah bangsa akan menjadi bangsa besar jika suatu bangsa bisa
menghargai jasa para pahlawannya.
Inilah potret sebagian gambar
nasib pahlawan kita sekarang
mereka
yang hanya muncul di televisi ketika acara 17 agustus
mereka yang diusianya yang senja hanya bisa menerima nasib
mereka hanya meminta bisa hidup tenang dan sejahtera di hari
senja nya
Dan inilah perbandingan para
pejuang kemardekaan dengan pemerintah yang seharusnya meneruskan perjuangan
mereka demi bangsa
inikah
pengemban amanat Bangsa
mereka berjuang menuntut hak mereka tidak
seharusnya mereka sampai menuntut
mereka harus bekerja keras di hari tuanya
hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup
sedangkan para petinggi negara meminta naik
gaji dan fasilitas mewah
Melihat perbandingan tersebut
sungguh sangat miris, padahal seandainya dana yang dikeluarkan pemerintah untuk
mensejahterakan para veteran jauh lebih sedikit daripada harus memenuhi
kebutuhan para petinggi negara. Belum tentu becus kerja sudah meminta fasilitas
mewah yang uangnya berasal dari rakyat. Daripada dibuat untuk membangun toilet
DPR yang menghabiskan dana milyaran
lebih baik dan lebih bermanfaat kalau dibuat untuk mensejahterakan para
veteran toh, itu juga dana dari rakyat. Meskipun ada juga para veteran yang
mendapat dana pensiun tapi itu jauh dibawah UMR mereka hanya diberi uang Rp 700
ribu per bulan. Alhasil mereka hanya
bisa mengeluh dan meratapi nasib, mereka yang dahulu berjuang demi kemerdekaan
bangsa hanya dihargai dengan harga yang murah dan tidak sepantasnya.